Senin, 21 April 2008

berlayar

kau menjelma dari getah kerinduan
menggenangi dengan sorot cahaya redup

seutas mendung menengok rupa dan kuncup
sudut giginya meradang kabut
mengunyah seribu hujan
mereguk setetes terik

awan kelabu selimut hati
membakar kebisuan
mendidihkan tubuh
mengelupaskan raga

tanahmu bergoyang
menari bersama retakan gersang

debu jalanan mengepal
mengikuti pijaran api
yang menggeliat gundah

deburannya bergulingan
bersama kerikil ombak
meyakinkan kita untuk berlayar



tandabaca.com (januari 2007)

Pertemuan yang gelisah

Kami bergumul dalam hujan yang sama
Di dalam ruang pertemuan memanjang
Dibakar waktu
Kenangan yang sama mulai bermuntahan
Seperti daun
Daun yang menemanimu tumbuh sumbi
Dan danau purba adalah kota
Kota yang menarik menghempas kesadaranku
Kota-kota yang tercipta semalam
Kau daun itu
Sisa-sisa peradaban terangkum
Dan menjadi sampah yang getir
Di tepi halaman
Ini halaman kita yang sempit
Kau memacu waktu mengeja batu-batu
Menanda keberadaanmu
Dan anjing itu telah disembelih
Terhidang di meja
Hei kalau benang sulammu tak jatuh



e-antologi puisi "Kemayaan dan Kenyataan", Fordisastra.com 2007